Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, mungkin kalimat ini yang diinginkan bangsa indonesia ketika melihat situasi perpolitikan di negara indonesia saat ini. Keadilan yang diinginkan adalah keadilan keseluruhan bukan hanya untuk segelintir orang.

Memang, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia” adalah salah satu dari lima sila yang disebut pancasila. Tetapi sila inilah yang selalu dilanggar oleh segelintir orang yang berkepentingan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan matinya hukum di indonesia. Kasus kasus KKN yang menjerat para birokrat didiamkan, kalaupun ditindak, hukuman itu tidak sebanding dengan kesalahan yang dilakukannya.

Senin, 27 Mei 2013

Pemilu : Kenapa Harus Rusuh???


Machiavelli dalam bukunya Il Principle menjelaskan bahwa untuk memperoleh kekuasaan, seseorang boleh melakukan apapun demi tercapainya keinginan tersebut, sepertinya sudah menjadi sebuah pembenaran dalam setiap proses pencapaian kekuasaan tertentu di Indonesia ini. Kita lihat, banyak sekali contoh dari penerapan teori kekuasaan yang satu ini. Tidak di propinsi-propinsi yang jauh dari kekuasaan (Jakarta) namun sepertinya sudah menjalar di seluruh Indonesia.
Peristiwa perebutan kekuasaan di Indonesia sepertinya tidak akan berubah dari zaman kerajaan-kerajaan dahulu, teori tesis dan antitesis tentang kekuasaan memang tepat sekali adanya di Indonesia, bahwa penguasa yang sekarang pasti merupakan antitesa dari kepemimpinan sebelumnya dan seterusnya.
Setiap orang yang ingin menjadi penguasa, berarti harus dapat mengalahkan lawan politiknya. Bahkan pada masa kerajaan dahulu, seorang calon penguasa harus bisa menyingkirkan, tidak hanya membunuh orang yang bersangkutan namun juga anak keturunan dari penguasa yang menjadi saingannya tersebut.
Dengan kata lain, kepemimpinan yang ada di Indonesia ini sepertinya merupakan sebuah proses yang selalu terhenti pada satu titik dan tidak pernah berkelanjutan.
Mengapa bisa terjadi seperti ini?
Mengapa setiap ada perhelatan pemilu Pasti terjadi kerusuhan?

Ø  Sama Saja
Adat dan tradisi kekuasaan di Indonesia sepertinya tidak pudar begitu saja meski katanya masa sekarang sudah lebih modern daripada masa-masa sebelumnya. Meskipun caranya berbeda, namun pada intinya dalam setiap perebutan kekuasaan ada saja yang merasa dizalimi, dirugikan entah oleh orang yang menjadi kompetitor atau oleh panitia pelaksana dari setiap momen pemilihan seorang pemimpin.
Kasus Pilkada yang diadakan di Sulawesi, Palembang, Jawa Timur dan tempat-tempat lain di Indonesia adalah contoh nyata  kasus terhentinya sebuah kontinuitas kekuasaan.
Para kontestan lebih mengedapankan kepentingan pribadi daripada kepentingan untuk kemaslahatan bersama. Meski dengan alasan untuk pembelajaran politik kepada masyarakat atau alasan karena salah satu kontestan yang dikalahkan merasa dizalimi, namun kenyataannya, semua alasan tersebut ujung-ujungnya bukan penyelesaian secara damai namun malah menimbulkan perpecahan dalam masyarakat sendiri.
Sebuah kepemimpinan dipilih dengan tujuan untuk mengabdi kepada masyarakat, bukan untuk memecah belah masyarakat namun pada kenyataannya yang terjadi malah sebaliknya. Rakyat kecil banyak dikorbankan untuk mendapatkan kedudukan. Rakyat hanyalah alat dan media yang dapat dipoles sesukanya oleh sang pembuat skenario.
Inilah pembelajaran politik yang sebenarnya, yaitu sebuah proses yang bisa menggugah hati, membuka pikiran rakyat untuk dapat mengetahui bagaimana jalan pikiran dan tujuan dari calon pemimpin yang mereka calonkan dan mereka pilih. Bukan karena rasa loyal terhadap aliran, suku maupun golongan, akan tetapi lebih kepada hati nurani.
Sudah seharusnya rakyat melek dengan keadaan sekitar kita. Apakah perilaku para calon pemimpin yang akan kita pilih tersebut sudah benar atau belum. Meski kita tidak boleh memberikan vonis baik atau tidak baik kepada seseorang, akan tetapi dengan adanya banyak peristiwa yang kita hadapi, setidaknya rakyat Indonesia ini tidak hanya dijadikan ladang oleh pihak-pihak yang memang suka sekali menggunakan kesempatan dan kelemahan rakyat untuk kepentingan politik mereka.
Ini bukan berarti kita boleh pesimis. Meskipun di berbagai daerah di Indonesia dalam prosesi kepemimpinan daerah mengalami peristiwa yang sama, namun masyarakat Indonesia harus tetap percaya diri untuk melangsungkan proses kepemimpinan bangsa ini.
Sebagai rakyat biasa mari kita tonton setiap episode pertengkaran politik antar pemimpin kita, kita ambil hikmah dari peristiwa-peristiwa tersebut, jangan sampai terjadi perpecahan di negara ini hanya karena kepentingan sesaat saja. Yakinlah bahwa hari esok untuk negeri ini akan lebih baik daripada hari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar